Berkunjung ke Istana Langit
Suatu hari di sebuah kampung telah dilanda musim kemarau. Semua orang-orang yang di sana mereka sangat kehausan dan juga kelaparan. Akibat dampak dari kekeringan ini semua tanaman pada mati, air yang mengalir deras kini berubah menjadi kering.
Gilang tidak akan diam saja, dia harus cari tahu penyebabnya, mengapa desa ini selalu terus dilanda musim kemarau...? Sebelum Gilang pergi ke istana langit, dia akan menolong dulu orang-orang yang ada di kampung itu dengan memberi makan dan juga minum Kepada penduduk kampung.
Pada saat Gilang berjalan menuju kampung itu, datanglah salah satu seorang warga datang menemuinya.
“Bantulah kami Aden! kami yakin Aden bisa membantu untuk menolong penduduk yang ada di kampung ini. Kalau bukan Aden siapakah yang akan menolong kami semua...? Tanya mereka.
Gilang berpikir sejenak untuk memecahkan masalah yang terjadi dikampung itu. “Tenanglah wahai para warga, aku akan berusaha membantu kalian, supaya di kampung ini menjadi subur kembali,” Setelah menenangkan warga Gilang mencari tempat sepi, agar kekuatannya tidak diketahui orang.
“Sim salabin abrakadabra.” Matra itu yang selalu ucapkan Gilang saat sedang dalam situasi kesulitan, tidak lama kemudian Gilang pun bisa terbang hingga menuju istana langit.
Sesampai di istana langit Gilang langsung dihadang oleh Prajurit.
“Maaf Tuan, aku tidak akan mengizinkan masuk tanpa seizin dari Raja.
Kemudian Gilang pun menjelaskan tujuannya datang ke Istana ini kepada Prajurit, namun tetap saja Prajurit melarangnya masuk.
“Kalau sampai kalian tidak mengizinkan aku masuk ke Istana, maka aku akan menghajar kalian.” Gilang langsung mengeluarkan pedang pusakanya.
Semua para prajurit sudah bersiap untuk bertarung melawan Gilang, namun sayangnya Gilang sulit untuk dikalahkan. Pada saat terjadi pertempuran sang Raja pun langsung datang.
“Hentikanlah pertarungan ini wahai prajurit! Gilang Ini adalah Sahabatku,” semua para prajurit langsung memberhentikan pertarungannya.
“Maafkan aku Raja, aku sudah lancang masuk ke Istana ini.” Gilang langsung menundukkan kepalanya.
“Kamu tidak salah sahabatku, marilah kita masuk ke istana,” sang Raja langsung mengajak Gilang ke istana.
Para dayang langsung menyajikan makanan enak yang ada di istana, Gilang langsung dipersilahkan makan oleh Raja.
“Ayo Sahabatku kita makan dulu.” Raja pun langsung duduk di kursi meja makan.
Gilang yang sangat lapar langsung mengambil makanan yang sudah tersedia di meja makan.
“Kebetulan Raja, hari ini aku belum makan!” sambil menyantap makanan dengan lahap.
Setelah makan Gilang menceritakan tujuannya datang ke istana langit. Sang Raja melihat banyak manusia di bumi mati akibat kelaparan dan juga kehausan, bukan hanya itu saja, tanaman dan hewan pun pada ikut mati.
“Wahai Raja bisakah engkau menolong orang-orang yang ada di kampung itu?” tanya Gilang dengan memohon.
“Hanya ada satu cara untuk menjadikan kampung yang kau jejaki menjadi subur kembali,” jawab sang Raja.
Gilang pun langsung tersenyum setelah mendapatkan kabar baik dari Raja.
“Kalau begitu cara apa yang harus aku lakukan Raja? “ tanya Gilang.
“Kamu harus bisa menemukan kristal Water di gunung berapi, kristal itu telah dijaga oleh sepasang Naga yang sangat ganas. Jika kamu sanggup maka dari sekarang kamu harus pergi mencarinya!” Tegas sang raja.
“Kalau begitu hari ini juga aku akan pergi untuk mencari kristal itu.”
Raja sangat tidak yakin kalau Gilang bisa mengalahkan sepasang Naga yang sangat ganas itu, akan tetapi melihat ketulusan yang telah dimiliki Gilang, sang raja pun langsung memberikan pedang Zulfikar kepadanya.
“Tunggu dulu kamu jangan pergi! bawalah pedang Zulfikar ini, jika dalam keadaan mendesak kamu bisa menggunakannya.”
Dengan senang hati Gilang pun langsung mengambil pedang Zulfikar yang telah diberikan oleh Raja.
“Terima kasih Raja, kalau begitu aku pamit pergi dulu.”
Gilang langsung pergi ke gunung berapi, namun kekuatan berlari secepat kilat itu hilang seketika. Raja langit sengaja mengambil kekuatannya supaya Gilang berusaha dengan penuh semangat. Meskipun kekuatan Gilang hilang, dia tidak akan menyerah untuk bisa mendapatkan kristal Water itu.
Dalam perjalanan menuju gunung berapi Gilang harus melewati hutan terlarang, jarang sekali ada manusia yang berani memasuki hutan itu. Tetapi apa pun rintangannya demi menolong penduduk yang ada di perkampungan, Gilang akan tetap pergi. Saat memasuki hutan Gilang mendengar ada suara yang meminta tolong, dan mencoba untuk mencari sumber keberadaan suara itu, ternyata yang meminta tolong itu bukan manusia, melainkan burung Merpati.
Burung merpati itu telah luka dan jatuh dari pohon, Gilang langsung menolong dan mengobatinya, keadaan burung merpati itu sepertinya sangat lemas, Gilang kemudian mengeluarkan roti yang ada di tasnya untuk burung merpati itu. Setelah selesai menolong burung merpati Gilang langsung melanjutkan perjalanannya, burung merpati yang terluka tadi kini mulai bisa terbang kembali. Karena Gilang sudah baik, burung merpati itu akan mengantarkan Gilang menuju gunung berapi sehingga tubuh dan sayapnya kini berubah menjadi besar, Gilang pun langsung menaiki punggung burung merpati itu. Sesampai di gunung berapi Gilang telah dihadang oleh Naga yang sangat ganas itu, hampir saja tubuh Gilang disembur api.
“Kamu tidak akan bisa mengalahkanku!” Tegas sang Naga.
“Jangan sombong dulu, aku pasti bisa mengalahkanmu,” Gilang langsung melawan Naga itu dengan tangan kosong.
Gilang tidak sadar bahwa Naga yang ada di gunung berapi ini ada dua, akhirnya Gilang pun kewalahan untuk melawannya. Akhirnya Gilang dililit oleh Naga yang satunya lagi, hingga sulit untuk bernafas.
“Jika kamu berhasil mengalahkan kami, makan kristal Water ini akan menjadi milikmu.”
Dalam keadaan mendesak Gilang langsung mengeluarkan pedang Zulfikar, untuk membelah tubuh sepasang Naga itu.
Satu Naga telah berhasil Gilang kalahkan, dan yang satunya lagi menyerahkan diri.
“Silakan kamu ambil saja kristal Water itu manusia, asalkan kamu jangan membunuh aku!”
Akhirnya Gilang telah berhasil membawa kristal Water itu kepada Raja langit. Sehingga hujan pun kini telah turun ke bumi, semua penduduk yang ada di kampung itu bersorak bahagia. Air yang mengering kini mulai mengalir deras, tumbuhan yang layu kini mulai subur kembali.

Tidak ada komentar
Posting Komentar